News
Loading...

SEJARAH ITU ADA, INDONESIA DAN PAPUA BARAT SAMA-SAMA DIJAJAH OLEH BELANDA DAN JEPANG (Sebuah Refleksi 1 Desember 2012)

Yakarta~(Sucenko)- Selasa 08/01/2013-{ Dalam perjuangan mendekati saat-saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tidak ada orang Papua Barat yang terlibat atau menyatakan sikap untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Tentang tidak ada sangkut-pautnya Papua Barat dalam kemerdekaan Indonesia dinyatakan oleh Mohammad Hatta dalam pertemuan antara wakil-wakil Indonesia dan penguasa perang Jepang di Saigon Vietnam, tanggal 12Agustus 1945. Saat itu Mohammad Hatta menegaskan bahwa “…bangsa Papua adalah ras Negroid, bangsa Melanesia, maka biarlah bangsa Papua menentukan nasibnya sendiri…”. Sementara Soekarno mengemukakan bahwa bangsa Papua masih primitif sehingga tidak perlu dikaitkan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal yang sama pernah dikemukakan Hatta dalam salah satu persidangan BPUPKI bulan Juli 1945. Ketika Indonesia diproklamasikan, daerah Indonesia yang masuk dalam proklamasi tersebut adalah Indonesia yang masuk dalam kekuasaan Hindia Belanda, yaitu “Dari Sabang Sampai Amboina”, tidak termasuk kekuasaan Nederland Nieuw-Guinea (Papua Barat). Karena itu pernyataan berdirinya Negara Indonesia adalah Negara Indonesia yang batas kekuasaan wilayahnya dari Sabang sampai Amboina tanpa Papua Barat.}

Fakta sejarah membenarkan bahwa Bangsa Indinesia dan Papua Barat pernah sama-sama dijajah oleh Belanda dan Jepang, hanya saja terdapat perbedaan bahwa Indonesia dibantu oleh Jepang dalam mempersiapkan kemerdekaannya melalui Jepang membentuk persiapan kemerdekaan yaitu BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau ( Dokuritsu junbi chōsa-kai ) dalam bahasa Jepang. Badan ini bertugas membentuk persiapan-persiapan pra-kemerdekaan dan membuat dasar negara dan digantikan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang bertugas menyiapkan Kemerdekaan Bangsa Indonesia dengan dibacakannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta.

Hal ini dapat dilakukan karena kelihaian Soekarno, Muhammad Hatta, dan Sutan Syahrir dalam memanfaatkan situasi dan kondisi politik saat itu, dimana Blok Barat dan Blok Timur sedang memanas, dan kemudian atas bantuan Jepang lalu Soekarno-Hatta memanfaatkan peluang politik itu sebagai bargaining politik untuk menekan Belanda melalui Amerika untuk melepas Indonesia Merdeka. 

Dinamika ini juga tidak beda jauh dengan Politisi Papua Barat Merdeka yang memanfaatkan ketegangan Belanda-Indonesia untuk mendesak Belanda membantu Papua Barat guna mempersiapkan Kemerdekaan Bangsa Papua Barat. Pemimpin Papua Barat saat itu M. Kaisepo , Barnabas Jouwe dan kawan-kawan dengan dibantu oleh Belanda membantu Bangsa Papua Barat, ketika Papua Barat masih menjadi daerah sengketa akibat perebutan wilayah itu antara Indonesia dan Belanda, tuntutan rakyat Papua Barat untuk merdeka sebagai negara merdeka sudah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 (Tumbuhnya paham “Nasionalisme Papua” di Papua Barat mempunyai sejarah yang panjang dan pahit. Sebelum dan selama perang dunia ke II di Pasifik, nasionalisme secara khas dinyatakan melalui gerakan Millinerian, Mesianic dan “Cargo-Cultis). Memasuki tahun 1960-an para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik lewat sekolah Polisi dan sebuah sekolah Pamongpraja dalam bahasa Belanda disebut Bestuurschool (Pendiri sekolah ini, yaitu J. P. van Eechoud oleh banyak orang Papua dijuluki sebagai “Vader der Papoea’s) di Jayapura (Hollandia), dengan mendidik 400 orang antara tahun 1944-1949 mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat.

Selanjutnya atas desakan para politisi dan negarawan Papua Barat yang terdidik, maka pemerintah Belanda membentuk Nieuw Guinea Raad (Dewan Nieuw Guinea). Beberapa tokoh-tokoh terdidik yang masuk dalam Dewan ini adalah M.W. Kaisiepo dan Mofu (Kepulauan Chouten/Teluk Cenderawasih), Nicolaus Youwe (Hollandia), P. Torey (Ransiki/Manokwari), A.K. Gebze (Merauke), M.B. Ramandey (Waropen), A.S. Onim (Teminabuan), N. Tanggahma (Fakfak), F. Poana (Mimika), Abdullah Arfan (Raja Ampat). Kemudian wakil-wakil dari keturunan Indo-Belanda adalah O de Rijke (mewakili Hollandia) dan H.F.W. Gosewisch dari Manokwari (Yorrys Th. Raweyai, Mengapa Papua Ingin Merdeka, Presidium Dewan Papua, Jayapura, 2002. Hal. 16). Setelah melakukan berbagai persiapan disertai dengan perubahan politik yang cepat akibat ketegangan Indonesia dan Belanda, maka dibentuk Komite Nasional yang beranggotakan 21 orang untuk membantu Dewan Nieuw Guinea dalam mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat. Komite ini akhirnya dilengkapi dengan 70 orang Papua yang berpendidikan dan berhasil melahirkan Manifesto Politik yang isinya: satu, menetukan nama Negara ; Papua Barat. Dua, menentukan lagu kebangsaan ; Hai Tanahku Papua. Tiga, menentukan bendera Negara ; Bintang Kejora. Dan empat, menentukan bahwa bendera Bintang Kejora akan dikibarkan pada 1 November 1961. Serta lambang negara Papua Barat adalah Burung Mambruk dengan semboyan “One People One Soul”.
Rencana pengibaran bendera Bintang Kejora tanggal 1 November 1961 tidak jadi dilaksanakan karena belum mendapat persetujuan dari Pemerintah Belanda. Tetapi setelah persetujuan dari Komite Nasional, maka Bendera Bintang Kejora dikibarkan pada 1 Desember 1961 di Hollandia, sekaligus “Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat”. Bendera Bintang Kejora dikibarkan di samping bendera Belanda, dan lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua” dinyanyikan setelah lagu kebangsaan Belanda “Wilhelmus”. Deklarasi kemerdekaan Papua Barat ini disiarkan oleh Radio Belanda dan Australia. Momen inilah yang menjadi Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat secara de facto sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat.

Persiapan dan Deklarasi Papua Barat Merdeka pada 1 Desember 1961, yang kemudian berita ini didengar oleh Presiden Indonesia Soekarno , kemudian tanggal 19 Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) di Alun-alun Utara Yogyakarta yang isinya: pertama, gagalkan pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda Kolonial, kedua, kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia, dan ketiga, bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.

Realisasi dari isi Trikora ini, maka Presiden Soekarno sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1962 yang memerintahkan kepada Panglima Komando Mandala, Mayor Jendral Soeharto untuk melakukan operasi militer ke wilayah Irian Barat untuk merebut wilayah itu dari tangan Belanda.
Akhirnya dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus). Melalui operasi ini wilayah Papua Barat diduduki, dan dicurigai banyak orang Papua yang telah dibantai pada waktu itu.

Atas perintah Presiden Indonesia dengan melakukan agresi militer ke Papua Barat, maka lahirlah kelompok perlawanan militer Papua Barat yang disebut dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB). Selanjutnya pada Tanggal 28 Juli 1965 adalah awal dari gerakan-gerakan kemerdekaan Papua Barat di kota Manokwari pada tanggal itu ditandai dengan penyerangan orang-orang Arfak terhadap barak pasukan Batalyon 751 (Brawijaya) di mana tiga orang anggota kesatuan itu dibunuh. Disinilah muncul Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) yang pertama itu adalah penolakan para anggota Batalyon Papua (PVK = Papoea Vrijwilligers Korps ) dari suku Arfak dan Biak untuk didemobilisasi, serta penahanan orang-orang Arfak yang mengeluh ke penguasa setempat karena pengangguran yang tinggi serta kekurangan pangan di kalangan suku itu (Ukur dan Cooley, 1977: 287; Osborne, 1985: 35-36; Sjamsuddin, 1989: 96-97; Whitaker, 1990: 51). Sesungguhnya OPM (Organisasi Papua Merdeka ) itu tidak ada, tetapi OPM itu muncul karena perlawanan Tentara Pembebasan Nasional –Papua Barat terhadap Militer Indonesia, maka Indonesia memberi Label OPM kepada Prajurit PVK yang melakukan perlawanan terhadap Indonesia.

1 Mei yang merupakan Hari Aneksasi Bangsa Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan awal pemusnahan Etnis Melanesia di Papua Barat dan Pemerintah Belanda, Amerika serta PBB (UNTEA) harus bertanggungjawab atas pembunuhan hak politik, martabat dan harga diri dari Rakyat Bangsa Papua Barat sebagai suatu Bangsa. Proses aneksasi Bangsa Papua Barat ke dalam NKRI, dan rakyat Bangsa West Papua (Papua Barat) adalah suatu Bangsa Negroid, Rumpun Polilinesia, Ras Melanesia, sehingga secara antropologi orang Papua Barat kulit hitam dan rambut keriting serta wilayah teritorialnya dari Sorong sampai dengan Merauke. Dasar hukum ini diakui oleh Ir.Soekarno dan Mohammad Hatta, pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI dengan wilayah territorial Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Amboina (Ambon-Maluku), jadi jelas bukan wilayah Papua Barat. maka proses aneksasi dan integrasi wilayah territorial rakyat Bangsa Papua Barat baik itu melalui perjanjian New York Agreement 15 Agustus 1962, perjanjian Roma Agreement 30 September 1962, penyerahan administrasi pemerintahan West Papua dari Negara Belanda ke UNTEA (PBB) 1 Mei 1963, penyerahan administrasi pemerintahan West Papua dari UNTEA (PBB) kepada Pemerintah Indonesia 3 Mei 1963 maupun dalam pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969, dimana semua itu telah melanggar prinsip-prinsip dan standar-standar hukum Internasional maupun HAM secara universal yaitu Resolusi PBB pasal 73 bagian a dan b, serta Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514.

Dikarenakan Dewan New Guinea Raad dideklarasikan 1 Desember 1961, namun tidak dilibatkan sebagai wakil yang punya hak sengketa dalam proses aneksasi dan integrasi untuk menetukan status wilayah Papua Barat.
Perlawanan Bangsa Papua Barat terus berlangsung dan semakin kuat baik dari segi Politik, maupun Gerilya melalui Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB). Perlawanan ini berlanjut baik itu dilakukan oleh anak-anak Papua Barat yang didik oleh Belanda sebagai Tentara maupun Polisi, demikian juga anak-anak Papua Barat yang didik oleh Pemerintah Indonesia sebagai Tentara maupun Polisi; Alhasil seorang Tentara Anak Papua Barat hasil didikan Indonesia Zeth Jafet Rumkorem kembali dari Jawa dan bergabung dengan TPN-PB dan melakukan perlawanan gerilya bersenjata terhadap Militer maupun Polisi Indonesia.

Empat tahun sesudah pemberontakan TPN-PB di daerah Kepala Burung dapat dipadamkan oleh pasukan-pasukan elit RPKAD di bawah komando almarhum Sarwo Edhie Wibowo, "proklamasi Republik Papua Barat" kedua tercetus. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 1 Juli 1971 di suatu tempat di Desa Waris, Kabupaten Jayapura, dekat perbatasan Papua Niugini, yang dijuluki (Markas) Victoria, yang kemudian dijuluki dalam kosakata rakyat Irian Jaya, "Mavik". Pencetusnya juga berasal dari angkatan bersenjata, tapi bukan seorang bekas tentara didikan Belanda, melainkan seorang bekas bintara didikan Indonesia, Seth Jafet Rumkorem. Seperti juga Ferry Awom yang memimpin pemberontakan TPN-PB di daerah Kepala Burung. 

Ironisnya, Seth Jafet Rumkorem adalah putera dari Lukas Rumkorem, seorang pejuang Merah Putih di Biak, yang di bulan Oktober 1949 menandai berdirinya Partai Indonesia Merdeka (PIM) dengan menanam pohon kasuarina di Kampung Bosnik di Biak Timur (Aditjondro, 1987: 122). 

Sebagai putera dari seorang pejuang Merah Putih, Seth Jafet Rumkorem tadinya menyambut kedatangan pemerintah dan tentara Indonesia dengan tangan terbuka. Ia meninggalkan pekerjaannya sebagai penata buku di kantor KLM di Biak, dan masuk TNI/AD yang memungkinkan ia mengikuti latihan kemiliteran di Cimahi, Jawa Barat, sebelum ditempatkan di Irian Jaya dengan pangkat Letnan Satu bidang Intelligence di bawah pasukan Diponegoro.

Namun kekesalannya menyaksikan berbagai pelanggaran hak-hak asasi manusia menjelang Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969, mendorong ia masuk ke hutan bersama-sama Tentara Pembebasan Papua Barat (TPN-PB) dan melakukan perlawanan bersenjata dengan cara gerilya. Sebelumnya ia sudah membina hubungan dengan kelompok TPN-PB pimpinan Herman Womsiwor, di Negeri Belanda. Atas dorongan Womsiwor, ia membacakan teks proklamasi Republik Papua Barat berikut dalam kedudukannya sebagai Presiden Republik Papua Barat dengan memilih pangkat Brigadir Jenderal.
{ PROKLAMASI. Kepada seluruh rakyat Papua, dari Numbai sampai ke Merauke, dari Sorong sampai ke Balim (Pegunungan Bintang) dan dari Biak sampai ke Pulau Adi. Dengan pertolongan dan berkat Tuhan, kami memanfaatkan kesempatan ini untuk mengumumkan pada anda sekalian bahwa pada hari ini, 1 Juli 1971, tanah dan rakyat Papua telah diproklamasikan menjadi bebas dan merdeka (de facto dan de jure ). 

Semoga Tuhan beserta kita, dan semoga dunia menjadi maklum, bahwa merupakan kehendak yang sejati dari rakyat Papua untuk bebas dan merdeka di tanah air mereka sendiri dengan ini telah dipenuhi.}.Victoria, 1 Juli 1971.Atas nama rakyat dan pemerintah Papua Barat, Seth Jafet Rumkorem (Brigadir –Jenderal). Dalam upacara pembacaan proklamasi itu, Rumkorem didampingi oleh Jakob Prai sebagai Ketua Senat (Dewan Perwakilan Rakyat?), Dorinus Maury sebagai Menteri Kesehatan, Philemon Tablamilena Jarisetou Jufuway sebagai Kepala Staf Tentara Pembebasan Nasional (TEPENAL), dan Louis Wajoi sebagai Komandan (Panglima?) TEPENAL Republik Papua Barat.

Bahwa akhirnya kita sebagai generasi muda yang sama-sama mempelajari latar belakang sejarah bangsa kita masing-masing, maka dapat disimpulkan bahwa Bangsa Indonesia dan Bangsa Papua Barat sama-sama di Jajah Oleh Belanda dan Jepang. Kemudian Jepang Membantu Bangsa Indonesia melalui Pemimpinnya mempersiapkan Kemerdekaan Bangsa Indonesia, hal sebaliknya Belanda Membantu Bangsa Papua melalui Pemimpinnya mempersiapkan Kemerdekaan Bangsa Papua. Bangsa Indonesia Melalui Pemimpinnya Soekarno-Hatta Memproklamasikan Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945, sementara itu Bangsa Papua Barat Melalui Pemimpinnya Seth Jafet Rumkorem,Jakob Prai,Dorinus Maury, Philemon Tablamilena Jerisitou, Jusuf Way, dan Loui Wajoi Memproklamasikan Kemerdekaan Bangsa Papua Barat pada 1 Juli 1971. Namun dalam sejarah perjalanan Bangsa Papua Barat; bahwa Indonesia juga adalah Bangsa Penjajah, dimana fakta sejarah bahwa ketidak puasan Pemimpin Indonesia dalam hal ini Soekarno sebagai Presiden RI memerintahkan AGRESI MILITER dengan mana TRIKORA (TRI KOMANDO RAKYAT ). Secara terbuka di Alun-Alun Utara kota Yogyakarta, tanggal 19 Desember 1961, setelah Indonesia mendengar bahwa Papua Barat sudah dalam persiapan mengumumkan kemerdekaannya tanggal 1 Juli 1970, Soekarno yang ekspansionis-kolonialis itu mengumumkan apa yang disebutnya Trikora (yaitu Tiga Komando Rakyat). Tiga buah komando itu berbunyi: (1). Bubarkan Negara Boneka Papua buatan Belanda .(2). Kibarkan Bendera Merah Putih di seluruh Irian Barat, dan(3). Bersiaplah untuk mobilisasi umum.

The New York Agreement (15 Augustus 1962) .Setelah perdebatan yang alot antara elit politik NKRI, terutama antara pihak nasionalis-ekspansionis pimpinan Soekarno dengan pihak realis-humanis di bawah pimpinan Moh. Hatta, akhirnya Bung Hatta mengundurkan diri karena politik Soekarno berbau kolonialis, tidak sama dengan cita-cita kemerdekaan NKRI. Walaupun Moh. Hatta memimpin delegasi Indonesia dalam perundingan awal menyangkut Papua Barat, Moh. Hatta mengundurkan diri karena politik Sukarno tidak sehat. Setelah itu, Soekarno melanjutkan perundingan-perundingan dengan Belanda menyangkut status Papua Barat karena Indonesia mengkleim bahwa Papua Barat adalah bagian integral Indonesia.
Alasan yang jelas, waktu itu Sukarno pandai memanfaatkan konflik perang dingin melawan komunisme. Sukarno mendrop pasukan Trikora, yaitu masyarakat sipil dan anggota tentara Indonesia, termasuk kapal-kapal perang buatan Uni Sovyet. Seperti Sukarno tidak enak tidur gara-gara pengakuan negara Papua Barat 1 Desember 1961 dan mengeluarkan dektrit Trikora, sekarang J. F. Keneddy mendapat giliran mimpi buruk. Poros Jakarta - Pyong Yang – Peking – Moskow membuat J.F. Keneddy mengambil langkah hidup-mati. Sukarno telah melanggar prinsip politik luar negeri Indonesia, yaitu politik yang bebas dan aktif dengan poros ini, karena ia jelas-jelas berpihak pada Blok Timur. Tetapi hasilnya jelas, yaitu membuat Kennedy (pemimpin Blok Barat) turun tangan. Dan ia berhasil, yaitu Elsworth Bunker diutus secara khusus menjadi sutradara penyelesaian sengketa dan berhasil membawa NKRI dan Belanda ke New York dan akhirnya jadilah "The New York Agreement" tanggal 15 August 1962.

Maka dari sinilah kita paham bahwa Indonesia; Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, Dasar Negara PANCASILA dan UUD 1945, Bendera Negara Bendera Merah Putih, Lagu Kebangsaan Lagu Indonesia Raya, Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia , Bangsa Indonesia, dan Lambang Negara adalah Burung Garuda dan Memiliki Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri. Sementara Papua Barat : Negara Republik Papua Barat, Bendera Negara Bendera Bintang Kejora, Lagu Kebangsaan “ HAI TANAHKU PAPUA”, Bangsa Papua Barat Ras Melanesia, Bahasa Persatuan Bahasa Biak dan Dani ,serta Lambang Negara Burung Mambruk, dan memilik Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TNP-PB) dan Polisi Papua (Satgas Papua).

Untuk itu, bahwa Bendera Merah Putih adalah Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan Bendera Bintang Kejora adalah Bendera Negara Republik Papua Barat, dan TNI adalah Tentara Nasional Indonesia, sementara TPN-PB adalah Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, jadi setelah kita pahami bersama maka tidak ada OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang ada itu Organisasi Persiapan Pembebasan Papua (OPPB) yang terbentuk oleh Belanda pada Kongres Papua I pada 1 Desember 1961, sementara Indonesia melalui Jepang dengan membentuk BPUPKI- PPKI 29 April 1945. Sementara itu kita jangan lupa bahwa melalui Presiden RI ke 4 Abdurahman Wahid bahwa beliau mengijinkan nama Irian Jaya dikembalikan ke Papua, dan Kongres Papua II pada 2000 dengan melahirkan Dewan Presedium Papua yang dipimpin oleh alm. Theys Hiyo Eluay Pemimpin Karismatik Bangsa Papua yang dibunuh oleh Kopasus pada tanggal 10 November 2001.

Namun kita kembali lagi menapaki sejarah Agresi Militer Indonesia ke Papua Barat pada tanggal 19 Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) di Alun-alun Utara Yogyakarta yang isinya: pertama, gagalkan pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda Kolonial, kedua, kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia, dan ketiga, bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.

Realisasi dari isi Trikora ini, maka Presiden Soekarno sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1962 yang memerintahkan kepada Panglima Komando Mandala, Mayor Jendral Soeharto untuk melakukan operasi militer ke wilayah Irian Barat untuk merebut wilayah itu dari tangan Belanda, melalui perjanjian New York Agreement 15 Agustus 1962, perjanjian Roma Agreement 30 September 1962, penyerahan administrasi pemerintahan West Papua dari Negara Belanda ke UNTEA (PBB) 1 Mei 1963, penyerahan administrasi pemerintahan West Papua dari UNTEA (PBB) kepada Pemerintah Indonesia 3 Mei 1963 maupun dalam pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969, dimana semua itu telah melanggar prinsip-prinsip dan standar-standar hukum Internasional maupun HAM secara universal yaitu Resolusi PBB pasal 73 bagian a dan b, serta Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514.

Dikarenakan Dewan New Guinea Raad dideklarasikan 1 Desember 1961, namun tidak dilibatkan sebagai wakil yang punya hak sengketa dalam proses aneksasi dan integrasi untuk menentukan status wilayah Papua Barat.
{Penulis adalah Aktivis HAM Papua yang juga adalah Mantan Aktivis KontraS Papua dan Sekarang Mengabdi Pada LSM. Komunitas Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi dan Kekerasan (KAMPAK Papua)}
Sumber :  Dorus Wakum,S.Pd.
Share on Google Plus

About suarakolaitaga

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment