News
Loading...

Pemahaman yang salah tentang penempatan kematian

Krismas Bagau
Orang Moni dan manusia Papua pada umumnya berpikir kritis dan langsung bertindak. Bertindak untuk mencari solusi dari persoalan kematian. Kematian orang sering menjadi persoalan ada apa dibalik itu, sebenarnya kematian disebkan karena apa? Pertanyaan filosofis ini sederhana dan sulit untuk menjawabnya. Namun dalam pemikirannya orang Moni/Migani langsung mengambil keputusan definitif. Keputusan yang diputuskan itu hanya untuk mendiskriminasikan korban. Sementara masih hidup ia tidak berani bertindak. Dari pertanyaan tersebut, orang Moni mudah mengambil kesimpulan. Kesimpulan yang diambil pun tidak sesuai dan tidak masuk akal namun dianggap benar.

Dibelahan dunia lain juga mengakui bahwa budaya harus dipertahankan tetapi yang masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan oleh akal. Orang luar dapat memahami budaya sebagi estensinya yang fundamental dan hakiki. Pola berpikirnya pun radikal, sementara orang Moni tidak berpikir rasional walaupun gereja sudah mendarah dagin dalam budaya dan adat moni tetapi sulit untuk meninggalkan tradisi atau budaya tersebut yang tidak menempatkan manusia budaya dan adat pada tempatnya. Namun Orang Moni/migani mudah mengambil kesimpulan untuk dipertahankan dan diakui semua orang pada hal salah pemikiran tetapi semua orang dapat mengikutinya. Dalam budaya dan adat orang Moni banyak peristiwa dan teragedi masih misteri dan sulit diungkapkan. Contoh: Dalam budaya orang Moni/Migani ketika terjadi perzinaan tidak pernah mengungkapkan kepada sanak saudaranya namun, disembunyikan (dimisterikan).

Sang kematian datang mengerut nyawanya lalu mulai mencari kesalahan atau menggungkapkan kesalahan seperti perzinaan. dan sana- sini menjadi bahan cerita dan dapat mendiskriminasi jasatnya. Atau orang yang melakukanperzinan masih hidup beralti sungguh sangat disayangkan betapa menderitanya tekanan batin. Setiap orang akan menjahuinya. Dalam penderitaan itu tragedy-demi tragedi menjadi Bila mengetahui terjadi perzinaan beralti jasadnya tidak akan per dikubur atau untuk mengelabuhi pihak lain yang dalam alti pelaku untuk jangan mengetahui akan berpura-pura untuk menguburkan jasadnya, tetapi ketika jasadnya dikuburkan bisa diangkat dalam kuburan dengan ritus budaya dan adat setempat yang tidak masuk akal dan tidak bisa dipikirkan lagi. Namun sanak saudaranya akan bermain untuk jasadnya dibuang ke kali yang deras. Setelah membuang jasadnya akan mengkorek semua kesalahan oknum atau pelaku yang pernah membuat zina dengan orangtuanya atau keluarga dekatnya yang menjadi garis keturunannya akan menjadi sasaran incaran bahkan oknumnya dibunuh.

Kebiasan ini amat jelek, busuk dan terkutuk karena nyawa manusia yang Moni/Migani (sejati) dianggap rendah dan tidak beralti. Inilah suatu tanda bahwa orang Moni Mengijak sendiri HAM. Dan tidak ada sedikitpun unsur kemerdekaan dalam budaya.

Perkembangan terus berputar dan berkembang pesat, ajaran gereja mulai mendarah daging dalam diri orang Moni/Migani. Sementara budaya dan adat yang salah terus dipertahankan. Hal ini perlu adanya sebuah rekonsiliasi yang mendetail dalam perkembangan yang fundamental dan hakiki. Supaya orentasi pemikiran Moni/Migani dapat mencapai sebuah peresepsi radikal.
 Krismas Bagau
Share on Google Plus

About suarakolaitaga

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment